Bulletin BAZsukun 02/2012

Bulletin BAZsukun 02/2012
Halaman 1 & 4

Bulletin BAZsukun 02/2012

Bulletin BAZsukun 02/2012
Halaman 2-3

Bulletin BAZsukun 01/2012

Bulletin BAZsukun 01/2012
Halaman 1 & 4

Bulletin BAZsukun 01/2012

Bulletin BAZsukun 01/2012
Halaman 2-3

Kamis, 04 Agustus 2011

Akhlaq : MENGENDALIKAN SUARA , MENDEKATKAN HATI ANTAR MANUSIA



Seseorang yang sedang marah sering menunjukkan perilaku umum yaitu bersuara keras, bahkan memaki-maki diri sendiri, membentak-bentak objek kemarahan, atau berteriak-teriak sambil merusak barang-barang di sekitarnya. Bahkan, kalaupun pada saat marah dia  diam seribu bahasa, hati sebenarnya juga berteriak-teriak meskipun tak terdengar oleh orang lain. Teriakan suara hati ini juga bisa dikategorikan sebagai  bersuara keras.
Ada pertanyaan,  mengapa saat seseorang marah  ia bersuara keras, padahal orang-orang yang menjadi sasaran kemarahan berada tak jauh? Bukankah sebenarnya cukup bersuara dengan volume sedang atau pelan pada saat “menyampaikan” kemarahan, karena toh orang-orang yang  dimarahi tidaklah tuli?
Kata orang bijak Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara ke dua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin pula mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi. Sebaliknya, ketika dua orang saling jatuh cinta maka mereka tak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apa pun, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak sehingga sepatah katapun tak perlu diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka sampaikan.”

Artinya, kemarahan bisa membentangkan jarak menjadi jauh antara hati seseorang dengan hati orang-orang yang dimarahi. Hal ini ditandai dengan suara keras yang diperdengarkan. Logikanya cukup sederhana, suara yang keras diperlukan untuk menyampaikan pesan kepada orang yang berada relatif jauh. Kalau ia berada dekat tentu cukup dengan bersuara pelan saja. Nah, dalam kondisi marah, suara keras membuat hati seseorang terasa jauh dari hati orang yang dimarahi meskipun secara fisik keduanya berdekatan.
Semakin keras seseorang yang marah  membentak, maka jarak yang membentang diantara keduanya semakin lebar. Efek emosional dari bentangan jarak itu adalah rasa geram yang semakin membesar kepada objek kemarahan seiring detik demi detik yang dilalui ketika seseorang sedang marah.

Insya Allah kondisi yang terjadi adalah sebaliknya jika  seseorang bisa mengendalikan suara  yaitu lebih memilih bersuara lembut saat kemarahan datang. Suara lembut ini dapat mendekatkan kembali dua hati manusia  yang bergerak menjauh saat dilanda banjir amarah.       Pada akhirnya, kemarahan tersebut ditutup dengan pemaafan, keridhaan, dan rasa cinta. Dalam suasana tenang pun suara lembut ini menjadi lambang cinta. Lihat saja seorang suami yang sedang menyatakan cinta kepada istrinya. Suaranya begitu lembut, pelan, dan bahkan sampai tak terdengar. Walaupun tak terdengar sang istri tetap dapat merasakan dan memahami curahan cinta itu, cukup dengan menatap mata sang suami. Dan begitu pula sebaliknya.    Hal ini disebabkan hati mereka menjadi sangat dekat satu sama lain.

Dikutip dan disarikan  dari :
http://heartofalfikr.wordpress.com/2007/11/24/bentang-di-antara-dua-hati/

TUNTUNAN AL-QUR’AN :

"Dan sebutlah (Nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut (pada siksaan-Nya), serta tidak mengeraskan suara,        di waktu pagi dan petang.  Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. " (QS. Al-A'raaf: 205)

“Sederhanalah kamu dalam berjalan dan rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (QS Luqman :  19).