Bulletin BAZsukun 02/2012

Bulletin BAZsukun 02/2012
Halaman 1 & 4

Bulletin BAZsukun 02/2012

Bulletin BAZsukun 02/2012
Halaman 2-3

Bulletin BAZsukun 01/2012

Bulletin BAZsukun 01/2012
Halaman 1 & 4

Bulletin BAZsukun 01/2012

Bulletin BAZsukun 01/2012
Halaman 2-3

Rabu, 29 Februari 2012

MENCONTOH AKHLAQ NABI, MENGHINDARI EMOSI

Acara peresmian bangunan baru Masjid Jami’ Nurul Huda Kelurahan Loa Bakung  menjadi semakin lebih bermakna dengan adanya ceramah yang disampaikan oleh Habib Alwi bin Ali     Al-Habsy dari Jakarta.

Dalam ceramah yang mengandung pelajaran berharga, Habib Alwi menuturkan tentang adanya peristiwa yang dimuat di dalam sebuah hadist  yang boleh jadi bisa sebagai bahan instrospeksi bagi segenap ummat Islam,  apakah sudah mencontoh ahlaq dan perilaku Nabi SAW dalam kehidupan sehari-hari  terkait sikap dan perilakunya kepada sesama manusia.
Hadis tersebut artinya adalah sebagai berikut:  “ Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, beliau berkata, Seorang Arab Badui pernah memasuki masjid, lantas dia kencing di salah satu sisi masjid. Lalu para sahabat menghardik orang ini. Namun Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang tindakan para sahabat tersebut. Tatkala orang tadi telah menyelesaikan hajatnya, Nabi shallallahu alaihi wa sallam lantas memerintah para sahabat untuk mengambil air, kemudian bekas kencing itu pun disiram”. (HR. Bukhari no. 221 dan    Muslim no. 284)  

Tentang suku Badui dijelaskan oleh habi alwi bahwa suku ini adalah sebuah suku pengembara yang ada di Jazirah Arab. Sebagaimana suku-suku pengembara lainnya, suku Badui berpindah dari satu tempat ke tempat lain sembari mengggembalakan kambing. Suku asli adalah suku asli di Arab.  Perawakan suku Badui dengan mudah dapat  langsung dikenali karena begitu  khas,  sebagaimana ditulis dalam buku sejarah Arab: suku ini berperawakan tinggi,
dengan hidung mancung. Lain halnya dengan suku pendatang yang ada di Arab, suku Badui tetap mempertahankan budaya dan cara hidup mengembara.

Apa yang termuat di dalam hadist tersebut telah  memberikan pelajaran berharga bagi ummat Islam agar dapat menahan diri menghindari emosi dalam menghadapi sebuah kemungkaran, karena apabila mencegah kemungkaran dengan cara kemungkaran yang lain  maka  berarti tidak dapat mengatasi persoalan.


Pelajaran lain yang dapat dipetik dari hadist tersebut adalah memberitahu bahwa:  1) air kencing adalah najis, 2)  ada kewajiban untuk membersihkan najis di masjid, 3) dilarang kencing di masjid, 4) setiap kemungkaran perlu dicegah, tetapi perlu dilakukan dengan cara yang tidak menimbulkan kemungkaran lain, 5) Nabi Muhammad SAW memiliki  ahlaq dan perilaku  mulia dalam menyikapi ummatnya, 6) Membersihkan najis di dalam masjid harus dilakukan segera,  7) hukum membersihkan najis di masjid adalah fardhu kifayah, 8) ada sebuah kaedah yang sudah masyhur di tengah-tengah para ulama yaitu jika kemungkaran tidak dapat dihilangkan kecuali dengan kemungkaran lain yang lebih besar, maka kemungkaran ini tidak boleh diingkari, 9) melarang suatu kemungkaran perlu  menjelaskan sebab kenapa melarang, 10) setiap orang tatkala berinteraksi dengan lainnya, hendaklah menyikapinya sesuai dengan keadaannya.

MENGENAL KALENDER SYAMSIYAH DAN QOMARIYAH

SEJAK ribuan tahun yang lalu manusia memerlukan perhitungan penanggalan (kalender) dan mereka sudah memiliki cara-cara untuk melakukan hal itu,  para petani sejak dahulu kala telah mempelajari bahwa setiap waktu untuk memulai pembibitan atau saat menuai tanaman selalu tergantung pada musim yang berganti secara tetap.   Penyelidikan yang mereka lakukan terhadap musim-musim tersebut kemudian memunculkan pemikiran tentang pentingnya menetapkan perhitungan penanggalan.  Perhitungan berdasarkan musim ini mengantarkan mereka pada sistim penanggalan matahari (kalender Syamsiyah).
Perhitungan penanggalan juga diperlukan bagi ummat Islam terkait dengan penentuan tanggal tanggal dan waktu  pelaksanaan ibadah. Penanggalan yang dihitung berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi menjadi acuan dalam  penentuan tanggal (hari) pelaksanaan ibadah puasa, shalat ied dan ibadah haji & kurban.  Penanggalan tersebut yang  dengan cara mudah dapat diketahui dari bulan yang muncul dan tenggelam secara berulang ini disebut dengan kalender Qomariyah.  Sedangkan untuk jadwal waktu shalat disusun berdasarkan tanggal dan bulan dalam kalender Syamsiyah  yang  berlaku abadi sepanjang masa.   Artinya, baik kalender Qomariyah maupun kalender Syamsiyah ternyata keduanya diperlukan dalam penentuan waktu ibadah dalam ajaran Agama Islam.
Kalender Miladiyah adalah kalender Syamsiyah yang dimulai perhitungannya dari kelahiran Nabi Isa AS adalah dihitung berdasarkan revolusi bumi (peredaran bumi mengelilingi matahari). Jumlah hari dalam setahun dalam kalender ini telah mengalami beberapa kali koreksi dan  pada tahun 1582  dikoreksi kembali dari semula  satu tahun dihitung 365,25 hari  maka kemudian satu tahun dihitung menjadi  365,2425 hari  atau 365 hari 5 jam  56 menit.  Koreksi tersebut dilakukan setelah menyadari bahwa terjadi pergeseran dari biasanya yaitu musim semi yang biasanya jatuh pada tanggal 21 Maret telah maju jauh.  Koreksi dilakukan dengan mengadakan pemotongan hari yaitu  setelah tanggal 4 Oktober 1582, hari berikutnya langsung menjadi tanggal 15 Oktober 1582, jadi tanggal 5 sampai dengan 14 Oktober 1582 (10 hari) tidak pernah ada dalam kalender Miladiyah. 

Kalender Hijriyah adalah kalender Qomariyah yang digagas oleh Khalifah Umar bin Khatab,  yaitu setelah menyadari akan pentingnya kalkulasi ulang terhadap perhitungan yang sudah ada karena  nama-nama bulan sudah ada  tetapi belum ada tahunnya.  Perhitungan tahun 1  dipilih tahun saat terjadi  hijrah Nabi Muhammad SAW sehingga  dinamakan dengan kalender Hijriyah.  Perhitungan bulan dalam  kalender Hijriyah dimulai  saat hilal kelihatan  sampai dengan habisnya qamar yang lamanya adalah 29 hari, 8 jam dan 43 menit. Dalam setahun dihitung 354 hari untuk tahun biasa (non kabisat) dan 355 hari untuk tahun kabisat. Dalam siklus 30 tahun ada 11 tahun kabisat dan  19 tahun biasa.   Pada tahun biasa umur bulan Dzulhijah (bulan ke-12) adalah 29 hari sedangkan pada tahun kabisat umurnya 30 hari.

Buku bacaan:  Matahari dan Bulan  dengan Hisab oleh A.Katsir terbitan  PT Bina Ilmu, Surabaya 1979   dan Buku Pedoman Kalender Abadi ,  Al-Ishlah, Jember.